Untuk beberapa hari ini saya masih terus saja "gelisah". Berusaha untuk mencocokkan aura yang ada pada saya dengan aura yang ada pada dirimu. Saya tau bahwa kamu pun akan selalu mengatakan kepada saya agar saya "santai saja" dengan segala rasa itu. Ya, kamu mungkin saja benar kalau itu hanya perasaan saya saja.
Perempuan selalu mengeluh kalau pasangannya tidak perhatian. Mereka memang makhluk yang rata-rata ingin dimanja, disayang, dipuja oleh para kaum sepertimu termasuk saya di antara salah satu perempuan itu. Tapi, keinginan yang seperti itu terkadang bisa berdampak tidak baik bagi kaum seperti saya. Mereka pasti akan merasa menjadi segala-galanya atas kaummu dan sesekali akan bisa bertindak di luar batas kesabaran dan harga diri para lelaki jika apa yang mereka inginkan tidak terpenuhi. Memang tidak semua perempuan seperti itu. Hanya saja, hampir rata-rata begitu.
Kaum sepertimu pun begitu. Ada juga yang ingin dimanja seperti perempuan bahkan cenderung kalau berpikir selalu menggunakan perasaan. Ada juga yang tidak peduli--tidak suka ambil pusing--untuk hal-hal yang tidak penting. Dan, perempuan selalu susah ditebak apa yang sebenarnya mereka cari dari laki-laki.
Tentang kita, kamu adalah laki-laki yang sangat peduli di balik wajah ketidakpedulianmu itu terhadap saya. Tapi, saya selalu menganggap kalau kamu tidak pernah peduli. Peduli untuk hal-hal yang luput dari pandangan saya dan itu membuat saya selalu tersenyum di dalam hati dan tidak lupa mengucapkan syukur kalau kamu memang "baik". Padahal selama ini saya sering marah-marah bahkan menangis hanya karena kamu saya anggap tidak peduli kepada saya perihal tidak membalas sms dan mereject telpon. Alasannya: kamu tidak dengar dan lupa. Gara-gara kamu, uang untuk mengalokasikan dana pulsa handphone sebulannya hanya Rp.10.000,- dari yang dulu-dulunya bisa mencapai ratusan ribu rupiah (saya pun terbahak-bahak!!!)
Beberapa hari terakhir ini, saya tidak bisa bersikap dengan "santai". Saya memikirkan sepertinya saya tidak perhatian terhadapmu. Seperti yang kamu katakan kalau saya "masih" memikirkan diri saya sendiri. Tapi, setiap saya bertanya tentang kamu, kamu selalu malas menjawabnya. Kamu bilang, daripada nanti dijawab dan ternyata tidak pas, lebih baik diam saja. Akhirnya, saya pun diam karena berpikir kalau bertanya pun kepada kamu pasti tidak dijawab dan kamu pun diam karena berpikir daripada salah menjawab lebih baik diam saja. Dan, kita benar-benar diam padahal kita ada bersama.
Seperti katamu kemarin: Kok sunyi-sunyi aja ya? Biasanya ayank ribut berceloteh?
Jawabku: Gak tau. Kenapa, Bang? Ngerasa gak ada beda gitu yah antara ada Yuni dan gak ada Yuni?
Kamu: Ya, justru itu. Ngerasa seperti gak ada ayank. hehehe...
Dulu, di saat saya begitu over untuk marah-marah kepada kamu tentang hal yang sepele seperti tidak perhatian kepada saya, ada satu pertanyaan yang kamu tanyakan di sela-sela kemarahan saya sedang di puncak-puncaknya.
"Pernah gak hitung berapa kali ayank merasa ada untuk abang?" dengan santainya kamu bertanya sambil terus tetap membuat musik dan saya yang dari tadi marah-marah sambil menangis tiba-tiba terdiam tercekat mendengar pertanyaan itu.
Saya tidak bisa menjawab karena saya tidak tau harus menjawab apa dan karena memang saya tidak punya jawaban yang pas selain "tidak pernah menghitung" dan "tidak pernah terpikirkan untuk merasa ada". Setelah itu kamu yang menghapus air mata saya dan menenangkan saya sambil berkata kalau semuanya pasti baik-baik saja.
Saya memang masih hanya memikirkan diri saya sendiri. Kamu benar. Yang saya tau saya tidak boleh menjadi orang yang terus mengeluh kepada kamu. Yang saya tau saya harus percaya kepada kamu kalau kamu pasti akan selalu baik-baik saja karena kamu tidak ingin membuat saya semakin banyak pikiran. Dan yang saya tau saya harus bisa mengerti kamu.
Sekarang, alangkah baiknya jika kamu membiarkan saya untuk bisa minum sendiri dari gelas saya sendiri.
Perempuan selalu mengeluh kalau pasangannya tidak perhatian. Mereka memang makhluk yang rata-rata ingin dimanja, disayang, dipuja oleh para kaum sepertimu termasuk saya di antara salah satu perempuan itu. Tapi, keinginan yang seperti itu terkadang bisa berdampak tidak baik bagi kaum seperti saya. Mereka pasti akan merasa menjadi segala-galanya atas kaummu dan sesekali akan bisa bertindak di luar batas kesabaran dan harga diri para lelaki jika apa yang mereka inginkan tidak terpenuhi. Memang tidak semua perempuan seperti itu. Hanya saja, hampir rata-rata begitu.
Kaum sepertimu pun begitu. Ada juga yang ingin dimanja seperti perempuan bahkan cenderung kalau berpikir selalu menggunakan perasaan. Ada juga yang tidak peduli--tidak suka ambil pusing--untuk hal-hal yang tidak penting. Dan, perempuan selalu susah ditebak apa yang sebenarnya mereka cari dari laki-laki.
Tentang kita, kamu adalah laki-laki yang sangat peduli di balik wajah ketidakpedulianmu itu terhadap saya. Tapi, saya selalu menganggap kalau kamu tidak pernah peduli. Peduli untuk hal-hal yang luput dari pandangan saya dan itu membuat saya selalu tersenyum di dalam hati dan tidak lupa mengucapkan syukur kalau kamu memang "baik". Padahal selama ini saya sering marah-marah bahkan menangis hanya karena kamu saya anggap tidak peduli kepada saya perihal tidak membalas sms dan mereject telpon. Alasannya: kamu tidak dengar dan lupa. Gara-gara kamu, uang untuk mengalokasikan dana pulsa handphone sebulannya hanya Rp.10.000,- dari yang dulu-dulunya bisa mencapai ratusan ribu rupiah (saya pun terbahak-bahak!!!)
Beberapa hari terakhir ini, saya tidak bisa bersikap dengan "santai". Saya memikirkan sepertinya saya tidak perhatian terhadapmu. Seperti yang kamu katakan kalau saya "masih" memikirkan diri saya sendiri. Tapi, setiap saya bertanya tentang kamu, kamu selalu malas menjawabnya. Kamu bilang, daripada nanti dijawab dan ternyata tidak pas, lebih baik diam saja. Akhirnya, saya pun diam karena berpikir kalau bertanya pun kepada kamu pasti tidak dijawab dan kamu pun diam karena berpikir daripada salah menjawab lebih baik diam saja. Dan, kita benar-benar diam padahal kita ada bersama.
Seperti katamu kemarin: Kok sunyi-sunyi aja ya? Biasanya ayank ribut berceloteh?
Jawabku: Gak tau. Kenapa, Bang? Ngerasa gak ada beda gitu yah antara ada Yuni dan gak ada Yuni?
Kamu: Ya, justru itu. Ngerasa seperti gak ada ayank. hehehe...
Dulu, di saat saya begitu over untuk marah-marah kepada kamu tentang hal yang sepele seperti tidak perhatian kepada saya, ada satu pertanyaan yang kamu tanyakan di sela-sela kemarahan saya sedang di puncak-puncaknya.
"Pernah gak hitung berapa kali ayank merasa ada untuk abang?" dengan santainya kamu bertanya sambil terus tetap membuat musik dan saya yang dari tadi marah-marah sambil menangis tiba-tiba terdiam tercekat mendengar pertanyaan itu.
Saya tidak bisa menjawab karena saya tidak tau harus menjawab apa dan karena memang saya tidak punya jawaban yang pas selain "tidak pernah menghitung" dan "tidak pernah terpikirkan untuk merasa ada". Setelah itu kamu yang menghapus air mata saya dan menenangkan saya sambil berkata kalau semuanya pasti baik-baik saja.
Saya memang masih hanya memikirkan diri saya sendiri. Kamu benar. Yang saya tau saya tidak boleh menjadi orang yang terus mengeluh kepada kamu. Yang saya tau saya harus percaya kepada kamu kalau kamu pasti akan selalu baik-baik saja karena kamu tidak ingin membuat saya semakin banyak pikiran. Dan yang saya tau saya harus bisa mengerti kamu.
Sekarang, alangkah baiknya jika kamu membiarkan saya untuk bisa minum sendiri dari gelas saya sendiri.
No comments:
Post a Comment