Ntah darimana saya mendapatkan dua kata ini. Saya lupa. Yang saya ingat, frasa ini saya tulis spontan beserta pikiran saya. Saat itu saya sedang diliputi oleh cinta. Saya dijatuhi cinta. Atau saya yang menjatuhkan cinta? Ntahlah.
Romantisme Spontanitas, emosi di atas nalar yang begitu cepat bereaksi secara meledak-ledak. Jiwa terbalut dalam kegamangan karena bukan logika yang bermain, bahkan jalan di tempat. Setelah itu, air mata pun menetes jika diperlukan. Kontemplasi selalu ada seiring jalannya imajinasi dan fakta di dalam pikiran. Walau terkadang menggunakan cara-cara konservatif untuk menunjukkan eksistensi diri yang terlalu skeptis.
Selalu saja ingin berubah, tapi jalannya nalar selalu terbatasi oleh emosi yang tidak diinginkan. Saya sering melihat mereka yang berjiwa revolusioner, saya takjub. Saya ingin seperti mereka. Setidaknya kemauan untuk menjadi revolusioner itu ada. Tapi, saya mulai ragu. Bisakah saya?
Cinta saya kalau berbicara ketus. Oh bukan, bukan ketus, tapi blak-blakan (gini gak sih tulisannya?). Tanpa basa-basi jika ingin memarahi saya. Oh bukan lagi, bukan memarahi saya, tapi menasehati saya. Saya menginginkan perubahan dari blak-blakannya (gini lagi gak sih tulisannya?). Saya tahu, saat itu saya tidak suka diperlakukan seperti itu. Saya marah kepada cinta. Ingin rasanya saya membunuh dia. Begitulah jika emosi sedang bermain di sekitar nalar. Ada percikan api yang menyadarkan saya, kalau ini semua demi kebaikan saya.
Cinta memang membuat saya lemah. Tapi, emosi dari cinta membuat saya berfikir. Dalam seketika saya tersadar kembali. Terkadang emosi pun bisa diajak kompromi. Terlalu luas untuk memahami saya. Jika ditarik garis kerucutnya, maka akan bertemu di satu titik bahwa saya adalah emosi itu sendiri. Saya dan emosi. Saya dan cinta. Maka saya adalah cinta.
No comments:
Post a Comment