Saya seperti orang gila saat ini. Duduk berjam-jam menghabiskan waktu hanya untuk membaca begitu banyak otentik yang ntah kapan selesainya. Saya tertarik untuk membacanya walau sebenarnya lebih tepat untuk mengatakan saya sudah muak untuk bersabar membaca semua otentik ini. Beberapa kali saya mengetik pesan yang saya kirim lewat ponsel agar dibaca oleh Romo. Dia menginginkan saya yang bercerita, bukan yang lain, walau dengan alasan yang tidak pernah saya ketahui. Mungkin memang tidak boleh saya ketahui.
Saya berpindah tempat duduk menuju tempat tidur yang empuk. Saya berbaring untuk yang ke sekian kalinya. Saya menatap langit-langit ruangan ini. Kosong.
Saya lelah. Ingin tidur, tapi tidak bisa. Saya mencoba untuk pejamkan mata, suara-suara masih saja terdengar. Saya kembali lelah. Dia sedang tidak ada di sini, pikirku. Padahal biasanya pada waktu seperti ini saya sedang bersandar di bahunya untuk menghilangkan kantuk. Tapi, saya tidak tahu dia ada dimana sekarang. Dia sedang pergi, KATANYA.
Sesaat saya pernah merasa mati rasa. Saya punya pemikiran sendiri tentang mati rasa. Rasa yang mati. Mati yang berasa. Atau rasa-rasanya saya mati. Sungguh menggelikan permainan kata-kata ini. Mati rasa adalah TIDAK TAKUT KEHILANGAN. Saya memandang sekitar dengan tatapan kosong. Di dalam hati dan pikiran saya, “Saya tidak akan merasa kesepian karena mereka pergi meninggalkan saya atau mereka tidak peduli lagi kepada saya karena saya sudah punya sesuatu yang lebih berharga daripada mereka.” Saat seperti itu saya merasa angkuh di atas dunia ini. Bahkan saya merasa bahwa saya lah yang menggenggam dunia beserta isinya. Seperti itu lah yang saya rasa dan pikirkan. Tidak aneh. Biasa saja. Saya tidak takut ditinggalkan. Tidak takut tidak punya teman. Tidak takut tidak tahu harus berbuat apa. Tidak takut tidak punya tempat untuk menangis. Tidak takut segalanya. Saya yakin dengan yang sudah saya punya saat itu bahwa saya bisa bahagia walau tanpa siapa pun.
Saya punya cinta. Cinta itu adalah seseorang. Jika saya mati rasa, saya bisa tidak peduli dengan cinta itu. Saya menganggap cinta bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Saya menganggap sesuatu yang sudah saya punyai sekarang lebih berharga daripada cinta. Saya tidak merasa merindukan cinta. Saya bahkan tidak takut jika cinta memutuskan untuk meninggalkan saya karena saya mati rasa. Saya tidak takut kehilangan. Saya bisa menjadi tidak peduli dengan cinta karena ada sesuatu yang lebih berharga daripada cinta yang sedang saya genggam dengan begitu senangnya. Sekarang, bisakah cinta pergi sebentar? Saya sedang tidak ingin diganggu oleh cinta karena cinta sering membuat saya muak bahkan hanya dalam sekejap. Tunggu saja di luar pintu itu. Mungkin saya akan kembali merasakan kerinduan kepada cinta dan akhirnya menyuruh cinta untuk datang kembali mengetuk pintu rumah saya. Sekarang, PERGI!
No comments:
Post a Comment