Baiklah. Saat itu panas terik. Sedang menunggu angkot mau pergi ke daerah Ring Road. Sebelum menyetop satu angkot, firasat berkata bakal ada yang seru nanti di angkot. Tapi, belum tahu apa itu. Pas naik, ya ampuuuuuunnnn...ada si Boy Sandy (begini gak sih tulisan namamu, Nak? Jika salah, maafkan saya!). Satu senyuman cekikikan ,aku berpindah tempat duduk menjadi di sebelahnya. Kebetulan angkot masih kosong. Dan akhirnya.... DUUUUUAAAARRRRR ...pembicaraan pun dimulai...
"Boy????"
"Hehehehe..."
"IIhhh...kangen kali ama mu lah..."
"Hehehehe..."
"Mau kemana?"
"Ke Ring Road."
"Kok sering kali ke sana? tempat siapa?"
"Tempaaaaaaatttt....hehehe...."
"Eh, gimana novelmu?"
"Oh ya, novelku kabar baik. Udah lima halaman lho."
"Lima halaman selama lima bulan?????"
"He 'eh. Daripada gak sama sekali, hehehe..."
Kemudian ngobrol tentang Boy yang tidak ada pulsa dan mau beli pulsa ke aku tapi ujung-ujungnya tidak jadi. Masih mikir-mikir untuk mengeluarkan uang beli pulsa.
"Mana cerpen untuk ku?"
"Cemana sih caranya aku kirim pake fb? tak ngerti aku, Boy."
"Ih...tinggal di copy paste aja. Selesai."
"Oh...cemgitu. Bilanglah. Ntarlah ya."
"Tentang apa cerpennya?"
"Tentangmu kan?"
"Iya, tapi kek mana?"
"Mana ku tau. Bingung pun aku nulisnya kalau harus bikin konsep."
"Baiklah."
Tiba-tiba, dia bilang dia mau ganti kartu hp.
"Lho? Kok mau ganti?"
"Kenapa memangnya? Biar dapat gratis kayak kartumu. Punyaku kan kartu yang model lama."
"Bukannya dulu kamu paling gak suka dengan AKU yang suka kali ganti-ganti kartu?"
"Yuni, setiap orang itu bisa berubah."
(Gak ngerti aku, Boy!! Terkadang kamu merumitkan. Gak tau lah!!)
Lupakan tentang kartu seluler itu. Dimana-mana lagi perang tarif. Beralih pembicaraan ke seputar buku.
"Gimana Dr. Peck nya?"
"Kamu kan tau kalau aku sudah baca dan aku beli lagi berarti itu namanya........."
"Bagus."
"Bagus."
"Ya udah."
"'Hidup itu sulit', kata Peck. Menurutmu?"
"Hidup itu sulit tapi bisa mudah jika AKU menganggapnya mudah."
"Hehehehe..."
"Lho? Benarkan?"
"Ya ya ya ya ya ya..."
Di dalam angkot itu gerah. Sebentar-bentar aku mengelap keringat yang meleleh di jidatku dengan sapu tangan. Medan memang tidak ada kompromi. Siang sampai sore begitu panas, malamnya sehabis magrib bisa pula hujan deras tak berujung.
"Aku dibikin bingung dengan cerita novelku."
"Kenapa?"
"Gak pake konsep."
"Hehehe..."
"Aku jadi ingat dengan seseorang yang pernah bilang ke aku kalau baginya orang yang ingin membuat novel tanpa dibikin terlebih dahulu kerangkanya adalah orang yang dungu. Aku ketawa aja sih. Itu kan hanya cara."
"Iya, itu hanya cara."
"Ntar kamu baca ya novelku. Butuh apresiasi darimu."
"Aku yang jadi anak mudanya gak?"
"Gak lah."
"Hehehehehe...."
Angkot sudah melewati Jl. Adam Malik menuju Petisah yang macet dengan angkot-angkot yang lain. Wauwwww... tak ku sangka dan tak ku kira bisa jadi begini suasananya.
"Yun, pernah nonton film kartun Wall-e?"
"Pernah dunk. Film nomor satu kayaknya di deretan...hm...apa ya namanya. Lupa aku."
"Film itu benar-benar bisa bikin aku kagum. Di situ kan diceritakan kayak gimana ada tanaman di zaman ntah tahun berapalah itu."
"Iya, ibaratnya itu gini kayak orang kota yang datang ke kampung trus pas ngelihat sungai jernih gitu malah teriak kesenangan kayak orang kampungan. Jadi yang kampungan itu sebenarnya orang kota yang datang ke kampung yang gak pernah lihat kampung makanya kampungan."
"Hahhahahaha...ya ya ya ya..."
Kemudian diam. Panas sih. gak lama diamnya. Kemudian....
"Aku lagi mau ngumpulin uang, Boy. Beli novel."
"Beli bukulah."
"Iya buku juga."
"Kasih aku buku."
"Haaaahhh???"
"Kenapa?"
"Kalau buku, trus kasih ke kamu, harus banyak dulu uangku. Seleramu kan buku-buku yang mahal."
"Jangan lihat harganya, Yun. Orang besar baca buku besar. Sejarah aku suka. Trus biografi juga. Trus buku-buku kayak Dr. Peck juga."
"Perasaan kali mau dikasih."
"Hehehehehe...aku cuma kasih tau aja kok...."
Udah sampai di Jl. Iskandar Muda. Baru melewati Medan Plaza. Ini juga jalan yang macetnya Subhanallah. Tapi, tak mengapa karena lagi ngobrol. Trus ngobrol tentang....
"Coba satukan kepalan jari-jarimu yang tangan kanan dan tangan kiri."
(Aku satukan aja walau gak ngerti apa maksud dia...)
"Jempol apa yang paling atas?"
"Jempol kiri. Kamu?"
"Aku jempol kanan."
"Trus maksudnya?"
"Coba diganti jempol kanan yang di atas. Apa rasanya?"
"Anehlah."
"Berarti....???? Kenapa gak di pake sih otak kananmu kalau memang kayak gitu posisi jempolmu?????"
"Maksudnya?"
"Atau jangan-jangan gak punya otak?????????"
"Iiiiiissshhhh...apaan sih? Gak ngerti aku, Boy?"
"Gini Yun. Kalau jempol kiri yang di atas berarti selama ini kamu lebih dominan pake otak kanan dalam beraktifitas. gitu juga sebaliknya."
"Berarti kamu pake otak kiri?"
"Ya."
"Trus otak kanan itu apa?"
"Aaaaarrrrgh....makanya jangan baca novel aja. Baca buku tentang otak juga."
"Hehehehehe...."
"Otak kanan itu kayak imajinasi, kreatifitas, dan sejenisnya. Kalau otak kiri itu kayak numerial, logical, dan sejenisnya."
"Ooooooooooooooohhh....."
"Trus, kenapa kamu gak nyadar-nyadar juga dari dulu kalau otak kanan kamu itu yang bekerja?"
"Ya mana aku tau!!"
"Sekarang udah tau kan?"
"Iya, udah."
"Kamu itu melihat dunia lebih dengan emosi. Tidak bisa langsung terima begitu saja 1+1 = 2. Sedangkan aku lebih pakai logika makanya...."
"Makanya kamu suka dengan imajinasiku kaaaaaaannnn... (senyam-senyum)"
"Ya."
"Hahahahahahaha....."
Ngobrolnya kayak di warung kopi. Gak peduli ada yang dengar. Yang pasti aku suka dengan obrolan saat itu. Sekitar 45 menit dalam perjalanan yang menguras keringat dan emosi.
"Yun, aku duluan ya. Pinggir, Bang!"
"Ok. Bye."
Perjalanan itu belum berakhir. Masih ada perjalanan yang berikutnya jika saja aku naek angkot lagiiiiiiiiiiiiiiiii.....hehehehehe....
No comments:
Post a Comment