Monday, April 19, 2010

Artistic, Abstract - High Resolution Images


KEHIDUPAN



Ternyata dibalik kehidupan yang besar ada banyak kehidupan-kehidupan kecil yang harus terus dihidupkan agar bisa menjadi besar seperti kehidupan itu sendiri

Malam ini saya sedikit CURHAT, Romo!

Malam ini curhat. Curahan Hati. Curi Hati. Curangi Hati. atau Cucuran Hati. Maksa sekali. Hohoho...

Medan masih tetap panas dengan segala keringat yang terus berlomba untuk bisa dapat keluar dari terowongan sempit kulit. Saya tidak jadi mandi, sudah malam. Bisa-bisa Makcut ngomel-ngomel dengan saya. Sekarang yang ada di pikiran saya adalah bagaimana caranya saya bisa melakukan semua yang sudah saya rancanakan. Atau sepertinya rencana saya masih kurang pas. Tapi, saya yakin pasti bisa saya laksanakan jika mau. Sekarang atau tidak sama sekali, kata Romo. Rambut saya bergetah keringat. Seperti yang saya katakan tadi, saya takut diomeli jika mandi malam. Gerah yang bisa membuat marah-marah.
Mie Aceh tadi yang dibeli masih dalam bungkusan. Sebentar lagi saja deh saya lahap mie Acehnya. Sedang ribet otak saya. Apa mungkin karena terlalu banyak pekerjaan di rumah hingga membuat saya tidak punya waktu untuk berbicara sendiri. Berbicara sendiri di sela-sela pekerjaan rumah bisa membuat saya tidak konsen. Inginnya, saya duduk di meja kamar saya, memegangi pulpen, menyediakan buku catatan, kemudian berpikir sambil berbicara dengan alur yang mengalir.

Sekarang masih pukul 22.07 wib. Belum saatnya untuk bisa berbicara. Sebentar lagi saya harus menjemur cucian yang sudah saya keringkan di mesin cuci. Oh, dua puluh empat jam tidak cukup! Setiap hari tidur hanya tiga jam. Pagi-pagi harus sudah mengurus rumah dan si kecil. Sampai akhirnya jarum jam berpindah ke siang yang menandakan saya harus sudah menyiapkan makan siang. Rumah berantakan kembali oleh si kecil. Membuatnya harus bisa tidur siang agar malam tidak rewel juga butuh perjuangan.

"Tidak menerima keluhan", kata Romo.


Bagaimana saya tidak mencak-mencak saat saya mendengar kalimat itu. Marah-marah saya. Tega sekali berkata begitu kepada saya. Tapi, saya memilih diam saja setelah itu. Dia itu tipe orang yang malas menjelaskan mengapa dia berkata atau melakukan begitu.







--Romo, saya mau menyelesaikan hal-hal yang membuat otak saya ribet.

Saturday, April 17, 2010

Thursday, April 15, 2010

you are my MUSE

Semua BAIK-BAIK saja, Ma.


Tidak ada apa-apa, Ma. Semuanya baik-baik saja di antara kami berdua. Saya yang terlalu manja karena selama ini dicuekin. Tapi, saya sudah bisa mengerti tentang dia, Ma. Saya menjalankan apa yang Mama katakan.

"Kalau sudah nikah itu ya begitu, enak gak enak ya telan aja.."

Hahahaha...Saya tertawa mendengar mama berkata begitu. Itu lah anak mama. Tidak bisa mengekspresikan rasa. Cuma dua saja ekspresi yang dimiliki wajahnya: tertawa dan diam saja. Sedangkan saya, berubah-berubah, dan syukurnya dia menyukainya. Saya melengkapinya. Dia juga bukan orang yang suka memuji karena menurut pikiran saya dia tidak perlu memuji saya karena saya tahu bahwa sayalah yang teristimewa, hahahaha... Mama jangan ngejek gitu dong, hohoho...

Sekarang-sekarang ini dia sedang sibuk dengan dunianya. Musiknya sudah banyak tapi baru beberapa yang hampir kelar. Rumah selalu kedatangan orang, ntah siapa pun itu. Di rumah ada kelinci putih, Ma. Namanya Kelin. Tadi lihat dia mandiin Kelin. Lucu. Dia pikir Kelin itu seperti anak bayi apa. hahahaha...
Di rumah juga sudah ada bunga-bunga. Saya tidak tahu nama jenis bunga. Saya kan bukan mama yang kolektor bunga. Masih kecil-kecil bungannya. Sedikit lebih berwarna jadinya rumah tapi tetap saja di dalamnya berantakan, hehehehe...

Saling memahami memang sebuah pekerjaan hidup. Apapun itu masalahnya selalu bisa diselesaikan kok, Ma.
---Terlalu sayang!

Tuesday, April 13, 2010

Ford Shelby GT 500


tentang HARI INI di 14 April 2010


Hari ini adalah tentang semua hari yang saya lalui bersamamu. Hari ini adalah tentang semua emosi yang saya ciptakan karena kamu. Hari ini juga adalah tentang semua yang ada di dunia saya dan di duniamu tanpa ada batas. Ketika marah bisa melebur bersama cinta, maka saya akan tetap di sampingmu untuk selalu memberi tangan ini saat kau mulai memejamkan mata. Menggenggam erat seakan tidak ingin ada lagi tangan yang pergi meninggalkanmu. Saya masih di sini untuk setia mendengarkan semua musik-musik duniamu. Sekarang..di dalam ruangan ini..ada musik yang sedang melayang melintasi paruh dunia. "Talk about April 14th" berbisik pelan di kedua telinga. Saya memelukmu untuk mengucapkan terima kasih atas nada-nada yang bermain ini. Mereka bermain untuk saya melalui kamu. Tak henti-hentinya saya tersenyum bahkan meneteskan air mata bahagia. Kamu pun ikut tersenyum atas air mata bahagia untuk selamanya. Kita berdua dengan ditemani puluhan peri. Mereka bercerita tentang hari ini yang akan menghadapi hari esok dan tidak melupakan hari kemarin. Kita mendengarkan mereka berceloteh. Mereka banyak sekali bercerita. Sementara kita, diam dalam tawa dan tawa dalam diam.


Melihat kamu tertawa, saya bahagia.
Melihat kamu tidak tertawa, saya tidak bahagia.
Melihat kamu terpaksa tertawa, saya terpaksa bahagia.
Melihat kamu pura-pura tertawa, saya pun pura-pura bahagia.

Monday, April 12, 2010

Little GIRLA


Mbak Reni...
Saya sedang menatap gelas kosong. Apakah hari ini kita ada berbincang-bincang? Saya lupa. Yang saya ingat saya hanya sesekali tertawa saat mengingat nama Mbak. Saya belum makan malam. Mungkin sebentar lagi.
Mbak, saya sedang sakit. Mbak tahu itu. Mbak selalu datang menemani saya. Mendengarkan semua ocehan saya yang suka dadakan saja kalau bercerita. Mbak juga selalu memberi komentar sehingga saya bisa merasakan eksistensi saya di hadapan Mbak. Mbak juga pernah diam saja saat saya pun diam. Mbak sangat menghargai kondisi psikis saya.
Mbak, kemari sebentar. Duduk di samping saya, di sini. Sebentar ya, saya akan memperdengarkan sebuah musik kepada Mbak. Judulnya "Little Girla". Coba dengar. Saya yakin kalau Mbak pasti akan mendengarkannya dengan baik...
Apa yang Mbak rasakan?
Jangan berbisik begitu, saya tidak bisa mendengar. Coba dibesarkan suaranya. Oh, itu. Saya juga merasakan itu. Mbak ada melihat kaki siapa? Kakinya Girla kecil? Iya, saya juga melihatnya. Lucu ya...
Musik itu Romo yang buat. Saya suka. Mbak selalu suka yang saya suka, kan? Saya tahu itu. Sekarang Mbak terserah ingin melakukan apa. Baiklah jika ingin duduk di kaki saya. Tapi, jangan pergi.
Mbak, saya tidak ingin diganggu lagi oleh mereka walau hanya bayangan yang bukan bayangan. Saya takut dengan mereka yang senang sekali merangkak-rangkak di bawah kaki saya makanya Mbak saya minta duduk di kaki saya biar mereka tidak punya tempat di kaki saya dan saya pun tidak sudi.
Mengapa mereka harus muncul? Ingin sekali mempausekan waktu tapi tidak bisa. Jarum rotasi terus berputar karena bukan saya porosnya. Saya tidak menyangka jika kenyataan justru berbelok ke arah yang tidak saya ketahui. Mereka datang lagi seperti hantu yang minta untuk saya sapa.



--Romo dapat kelinci putih besar di pinggir jalan, Mbak. Namanya Kelin.


















Golden Gate Bridge - San Francisco -



Sunday, April 11, 2010

Susahnya mencari PUTU WIJAYA di Medan


Jum'at lalu, tanggal 9 April 2010.
Saya sedang mengulang cerita setahun yang lalu bersama Romo. Jalan-jalan ke Titi Gantung di Lapangan Merdeka dan mungkin ke tempat lainnya. Dia masih ingat agar saya menunggunya di pom bensin simpang Bilal. Saya menunggu sambil duduk di emperan toko dengan membaca LARUNG yang belum kelar. Setahun yang lalu saya juga duduk di emperan toko ini, tapi membaca komik Detektif Conan. Perasaan saya deg-deg duar!! Seperti setahun yang lalu. Romantisme Realistis.

Kami tiba di Titi Gantung.

Cari buku apa ya, Kak?
Ada Putu Wijaya?
Putu Wijaya? Apa itu kak?
Sastrawan.
Oooohh... Gak ada, Kak. Yang ada putu bambu

Hmm...Bang, ada karya-karyanya Putu Wijaya?
Gak ada. Di sini cuma ada novel-novel yang kayak beginian nih dijual.
Makasih.

Bang, ada Putu Wijaya?
Sebentar, Kak.
(Pergi abang itu, Yank!)

Ini, Kak. Tapi, naskah dramanya.
Novelnya ada?
Oh, gak ada Kak.
Makasih ya.

Ada Putu Wijaya?
Gak ada, kak.

Ada Putu Wijaya?
Gak ada, Kak. Coba tanya di bagian belakang, Kak. Di situ novel semua.

Ada Putu Wijaya, Pak?
Gak ada.

Bu, ada Putu Wijaya?
Oh kamu rupanya yang dari tadi tanya-tanya Putu Wijaya...
Hehehehe...
Gak ada, Nak.

Huff...gak ada Putu Wijayanya. Capek yang ditanya itu-itu saja. Maunya dari tempat parkir tadi saya mengalungkan karton yang bertuliskan "Ada jual karya-karyanya Putu Wijaya?". Tapi, saya belum ingin merasakan malu.

Akhirnya saya tidak membeli satu pun otentik. Sementara Romo membeli MUSASHI dengan harga Rp. 90.000,- , novel Arswendo dan otentik lainnya.
Mengapa susah sekali mencari karya-karya penulis besar seperti Putu Wijaya? Di Gramedia ada beberapa. Tapi, siapa pun juga tahu kalau kita harus membawa banyak recehan untuk bisa membeli di toko tersebut atau menunggu kapan ada spanduk terbentang di beberapa sudut kota Medan tentang Gramedia discount 30%, hehehe...

Saya akan terus mencari..

Megan Fox - Transformers - Wide Wallpaper



Saturday, April 10, 2010